September 14, 2008

Index Defrag di SQL Server

beberapa waktu yang lalu, nemuin kasus ukuran database yang membengkak. coba di shrink, emang berkurang, tapi yg berkurang banyak dari log file nya aja. untuk datanya pengurangan nya tidak signifikan. akhirnya diskusi deh ama atok_sub. ternyata mas atok udah nemuin cara yg bisa mengurangi ukuran datanya, yaitu dengan index defrag.
database yang sering diakses, index nya sering berubah dan ukuran nya membesar. klo di sql server, index menjadi 1 dengan file mdf nya. dengan ukuran index yang besar dan susunan yg tidak teratur, ternyata juga membebani proses CRUD di database. maka dari itu, index juga harus di maintain, agar bisa kembali ke performa yang bagus.
test yang coba saya lakukan adalah dengan menjalankan script index defrag pada database dengan ukuran sekitar 145 MB. db itu log file nya sudah di shrink sehingga tinggal 1 MB aja. waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan script sekitar 2 menit. tapi itu tergantung dari ukuran database dan hardware mesin kita. sebab utk database yang ukurannya besar, butuh waktu lebih lama dan klo hardwarenya kurang mencukupi, bisa timeout..hehehehe. test yang saya lakukan menggunakan hardware centrino core 2 duo 2.2 Ghz, memory 2.5 Gb.
setelah selesai menjalankan script, ukuran file db tidak langsung berkurang. perlu 1 ritual lagi agar ukuran file nya berkurang, yaitu shrink database. setelah di shrink, ukuran database berkurang cukup signifikan. dari 145 MB menjadi 93.5 MB. 50 MB lebih berkurang nya.
selain ukuran database yang berkurang, efek lain adalah reporting dari client yang biasanya timeout, dengan index defrag bisa langsung lancar jaya..hehehe.
script nya seperti di bawah ini, gak terlalu panjang kok.

DECLARE @TableName sysname
DECLARE @indid int
DECLARE cur_tblfetch CURSOR FOR
SELECT table_name FROM information_schema.tables WHERE table_type = 'base table'
OPEN cur_tblfetch
FETCH NEXT FROM cur_tblfetch INTO @TableName
WHILE @@FETCH_STATUS = 0
BEGIN
    DECLARE cur_indfetch CURSOR FOR
    SELECT indid FROM sysindexes WHERE id = OBJECT_ID (@TableName) and keycnt > 0
    OPEN cur_indfetch
    FETCH NEXT FROM cur_indfetch INTO @indid
    WHILE @@FETCH_STATUS = 0
    BEGIN
        SELECT 'Derfagmenting index_id = ' + convert(char(3), @indid) + 'of the ' + rtrim(@TableName) + ' table'
        IF @indid <> 255 DBCC INDEXDEFRAG (0, @TableName, @indid)
        FETCH NEXT FROM cur_indfetch INTO @indid
    END
    CLOSE cur_indfetch
    DEALLOCATE cur_indfetch
    FETCH NEXT FROM cur_tblfetch INTO @TableName
END
CLOSE cur_tblfetch
DEALLOCATE cur_tblfetch

September 07, 2008

Berbuka dengan yang manis?

Di bulan puasa itu, sering kita
dengar kalimat 'Berbuka puasalah dengan makanan atau
minuman yang manis,' katanya. Konon, itu dicontohkan
Rasulullah saw. Benarkah
demikian?

Dari Anas bin Malik ia berkata : "Adalah Rasulullah
berbuka dengan Rutab (kurma yang lembek) sebelum
shalat, jika tidak terdapat Rutab, maka beliau berbuka
dengan Tamr (kurma kering), maka jika tidak ada kurma
kering beliau meneguk air. (Hadits riwayat Ahmad dan
Abu Dawud)

Nabi Muhammad Saw berkata : "Apabila berbuka salah
satu kamu, maka hendaklah berbuka dengan kurma.
Andaikan kamu tidak memperolehnya, maka berbukalah
dengan air, maka sesungguhnya air itu suci."

Nah. Rasulullah berbuka dengan kurma. Kalau tidak
mendapat kurma, beliau berbuka puasa dengan air.
Samakah kurma dengan 'yang manis-manis' ? Tidak. Kurma,
adalah karbohidrat kompleks (complex carbohydrate) -.
Sebaliknya, gula yang terdapat dalam makanan atau
minuman yang manis-manis yang biasa kita konsumsi
sebagai makanan berbuka puasa, adalah karbohidrat
sederhana (simple carbohydrate) -.

Darimana asalnya
sebuah
kebiasaan berbuka dengan yang
manis? Tidak jelas. Malah berkembang jadi waham umum
di masyarakat, seakan-akan berbuka puasa dengan
makanan atau minuman yang manis adalah 'sunnah Nabi'.
Sebenarnya tidak demikian. Bahkan sebenarnya berbuka
puasa dengan makanan manis-manis yang penuh dengan
gula (karbohidrat sederhana) justru merusak kesehatan.

Dari dulu saya tergelitik tentang hal ini, bahwa
berbuka puasa 'disunnahkan' minum atau makan yang
manis-manis. Sependek ingatan saya, Rasulullah
mencontohkan buka puasa dengan kurma atau air putih,
bukan yang manis-manis.

Kurma, dalam kondisi asli, justru tidak terlalu manis.
Kurma segar merupakan buah yang bernutrisi sangat
tinggi tapi berkalori rendah, sehingga tidak
menggemukkan (data di sini dan di sini). Tapi kurma
yang didatangkan ke Indonesia dalam kemasan-kemasan di
bulan Ramadhan sudah berupa 'manisan kurma', bukan
lagi kurma segar. Manisan
kurma ini justru ditambah
kandungan gula yang berlipat-lipat kadarnya agar awet
dalam perjalanan ekspornya. Sangat jarang kita
menemukan kurma impor yang masih asli dan belum berupa
manisan. Kalaupun ada, sangat mungkin harganya menjadi
sangat mahal.

Kenapa berbuka puasa dengan yang manis justru merusak
kesehatan?

Ketika berpuasa, kadar gula darah kita menurun. Kurma,
sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, adalah
karbohidrat kompleks, bukan gula (karbohidrat
sederhana). Karbohidrat kompleks, untuk menjadi
glikogen, perlu diproses sehingga makan waktu.
Sebaliknya, kalau makan yang manis-manis, kadar gula
darah akan melonjak naik, langsung. Bum. Sangat tidak
sehat. Kalau karbohidrat kompleks seperti kurma asli,
naiknya pelan-pelan.

Mari kita bicara 'indeks glikemik' (glycemic index/GI)
saja. Glycemic Index (GI) adalah laju perubahan
makanan diubah menjadi gula dalam tubuh. Makin
tinggi
glikemik indeks dalam makanan, makin cepat makanan itu
dirubah menjadi gula, dengan demikian tubuh makin
cepat pula menghasilkan respons insulin.

Para praktisi fitness atau pengambil gaya hidup sehat,
akan sangat menghindari makanan yang memiliki indeks
glikemik yang tinggi. Sebisa mungkin mereka akan makan
makanan yang indeks glikemiknya rendah. Kenapa? Karena
makin tinggi respons insulin tubuh, maka tubuh makin
menimbun lemak. Penimbunan lemak tubuh adalah yang
paling dihindari mereka.

Nah, kalau habis perut kosong seharian, lalu langsung
dibanjiri dengan gula (makanan yang sangat-sangat
tinggi indeks glikemiknya) -, sehingga respon insulin
dalam tubuh langsung melonjak. Dengan demikian, tubuh
akan sangat cepat merespon untuk menimbun lemak.

Saya pernah bertanya tentang hal ini kepada seorang
sufi yang diberi Allah 'ilm tentang urusan kesehatan
jasad manusia. Kata Beliau, bila
berbuka puasa, jangan
makan apa-apa dulu. Minum air putih segelas, lalu
sholat maghrib. Setelah shalat, makan nasi seperti
biasa. Jangan pernah makan yang manis-manis, karena
merusak badan dan bikin penyakit. Itu jawaban beliau.
Kenapa bukan kurma? Sebab kemungkinan besar, kurma
yang ada di Indonesia adalah 'manisan kurma', bukan
kurma asli. Manisan kurma kandungan gulanya sudah jauh
berlipat-lipat banyaknya.

Kenapa nasi? Lha, nasi adalah karbohidrat kompleks.
Perlu waktu untuk diproses dalam tubuh, sehingga
respon insulin dalam tubuh juga tidak melonjak. Karena
respon insulin tidak tinggi, maka kecenderungan tubuh
untuk menabung lemak juga rendah.

Inilah sebabnya, banyak sekali orang di bulan puasa
yang justru lemaknya bertambah di daerah-daerah
penimbunan lemak: perut, pinggang, bokong, paha,
belakang lengan, pipi, dan sebagainya. Itu karena
langsung membanjiri tubuh dengan insulin,
melalui
makan yang manis-manis, sehingga tubuh menimbun lemak,
padahal otot sedang mengecil karena puasa.

Pantas saja kalau badan kita di bulan Ramadhan malah
makin terlihat seperti 'buah pir', penuh lemak di
daerah pinggang. Karena waham umum masyarakat yang
mengira bahwa berbuka dengan yang manis-manis adalah
'sunnah', maka puasa bukannya malah menyehatkan kita.
Banyak orang di bulan puasa justru menjadi lemas,
mengantuk, atau justru tambah gemuk karena kebanyakan
gula. Karena salah memahami hadits di atas, maka
efeknya 'rajin puasa = rajin berbuka dengan gula.'

Ingin 'Kurus'

Melenceng dikit dari topik blog ya. Dikit aja.
Itung-itung bonus.

Untuk sahabat-sahabat yang ingin kurus: jangan diet
(dalam pengertian mengurangi frekuensi makan). Diet
justru menambah kecenderungan tubuh untuk menabung
lemak karena 'dilaparkan' . Ketika diet memang makanan
tidak masuk, tapi begitu makanan
masuk, kecenderungan
tubuh untuk menimbun lemak dari makanan justru lebih
besar.

Rahasia kurus sebenarnya adalah menjaga agar respon
insulin dalam tubuh stabil, tidak melonjak-lonjak.
Caranya, hanya makan makanan yang memberi respon
insulin rendah, yaitu yang indeks glikemiknya rendah.

Respon insulin tubuh meningkat bila:

(1) Makin tinggi jumlah karbohidrat yang dimakan dalam
satu porsi, makin tinggi pula respon insulin tubuh
(ini umumnya porsi kita di Indonesia: lebih dari 70
persen dari satu porsi makannya adalah nasi).

Makanya, makanlah dengan karbohidrat cukup lima puluh
persennya saja. Sisanya protein, dan 5-10 persennya
lemak. Lemak ini cukup dari lemak yang terkandung
dalam daging yang kita makan, misalnya. Atau kuning
telur. Tidak perlu menambah minyak atau memakan lemak
hewan (yang justru buruk pengaruhnya bagi tubuh).
Lemak (sedikit!) masih diperlukan untuk
mengolah
beberapa nutrisi dan vitamin, dan untuk membawa
nutrisi ke seluruh tubuh.

(2) Semakin tinggi GI (Glycemic Index) karbohidrat
yang dikonsumsi, semakin meningkat pula respon insulin
tubuh. Makanya, makan hanya makanan yang GI-nya
rendah. Nanti saya jelaskan di bawah.

(3) Semakin jarang makan, semakin meningkat respon
insulin setiap kali makan.

Ini sebabnya diet (dalam pengertian: mengurangi
frekuensi makan supaya kurus) tidak akan pernah
berhasil untuk jangka lama. Setelah diet selesai,
tubuh justru akan cenderung lebih gemuk dari sebelum
diet. Supaya kurus (baca: supaya respon insulin tidak
melonjak) justru harus makan lebih sering (4-5 kali
sehari) tapi dengan porsi setengah atau sepertiga
porsi biasa, dengan karbohidrat maksimal 50 persen
saja setiap porsi.

Kalau respon insulin tubuh sudah stabil, maka tinggal
diatur: kalau ingin kurus, kalori yang masuk harus
lebih
sedikit dari kalori makanan yang dibutuhkan
untuk aktivitas sehari hari. Tambah dengan olahraga
teratur untuk membakar lemak berlebih dalam tubuh, dan
memperbesar otot. Otot membutuhkan energi, maka makin
terlatih otot, ia akan makin mengkonsumsi lemak dalam
tubuh kita untuk energi.

Sebaliknya kalau ingin memperbesar otot (bukan gemuk)
atau mengencangkan badan, maka kalori yang masuk harus
agak lebih banyak dari jumlah kalori yang akan kita
pakai untuk aktivitas selama sehari, agar otot
mengalami pertumbuhan. Otot sendiri dirangsang
pertumbuhannya dan 'kekencangannya' dengan olahraga
teratur. Perbanyak protein agar pertumbuhan otot
optimal. Karbohidrat cukup diposisikan sebagai bahan
pemberi energi, bukan untuk mengenyangkan perut.

Lucu ya: kalau ingin kurus atau memperbaiki bentuk
badan, termasuk menumbuhkan otot, justru harus makan
lebih sering dengan porsi kecil. Makan yang
mengandung
lemak, goreng-gorengan, kanji, atau karbohidrat
sederhana seperti gula, manisan, minuman ringan
bersoda dan sebangsanya itu sudah out of the question.
Kalau kita jarang makan, atau makan tidak teratur dan
sekalinya makan 'balas dendam habis-habisan' -, ya
justru respon insulin kita juga melonjak dan membuat
tubuh jadi menimbun lemak.

Sekali lagi, baik ketika berbuka puasa atau dalam
makanan keseharian, makanlah makanan yang seimbang: 50
persen karbohidrat kompleks, 40-45 persen protein dan
5-10 persen lemak dalam setiap porsinya. Jauhilah
karbohidrat sederhana sebisa mungkin. Kalaupun harus
makan karbohidrat sederhana karena butuh energi cepat
carilah yang nilai indeks glikemiknya rendah.

Karbohidrat kompleks membutuhkan waktu untuk diubah
tubuh menjadi energi. Dengan demikian, makanan
diproses pelan-pelan dan tenaga diperoleh sedikit demi
sedikit. Dengan demikian, kita tidak cepat
lapar dan
energi tersedia dalam waktu lama, cukup untuk
aktivitas sehari penuh. Sebaliknya, karbohidrat
sederhana menyediakan energi sangat cepat, tapi akan
cepat sekali habis sehingga kita mudah lemas. Maka,
ketika makan sahur, jangan makan yang banyak
mengandung gula, karena kita akan cepat lemas.
Makanlah karbohidrat kompleks (protein jangan
dilupakan!) sehingga kita tetap berenergi sampai waktu
berbuka.

Karbohidrat sederhana, GI tinggi (energi sangat cepat
habis, respon insulin tinggi: merangsang penimbunan
lemak) adalah: sukrosa (gula-gulaan) -, makanan
manis-manis, manisan, minuman ringan, jagung manis,
sirop, atau apapun makanan dan minuman yang mengandung
banyak gula. Hindari, puasa atau tidak puasa.

Karbohidrat sederhana, GI rendah (energi cepat, respon
insulin rendah): buah-buahan yang tidak terlalu manis
seperti pisang, apel, pir, dan sebagainya. Sekarang
ngerti kan, kenapa para
pemain tenis dunia, pemain
bola, pemain basket atau pelari sering terlihat
'ngemil pisang' di pinggir lapangan? Karena mereka
butuh energi cepat, tapi nggak ingin badannya gembul
berlemak.

Karbohidrat Kompleks, GI tinggi (energi pelan-pelan,
tapi respon insulinnya tinggi): Nasi putih, kentang,
jagung.

Karbohidrat Kompleks, GI rendah (energi dilepas
pelan-pelan sehingga tahan lama, respon insulin juga
rendah): Gandum, beras merah, umbi-umbian, sayuran.
Ini yang paling dicari para praktisi fitness.

Makanan yang diproses pelan-pelan (karbohidrat
kompleks) akan membuat kita tidak cepat lapar dan
energi dihabiskan cukup untuk aktivitas satu hari
penuh; respon insulin rendah membuat tubuh kita tidak
cenderung untuk menabung lemak.

Kalau saya pribadi, sahur cukup dengan oatmeal gandum
(ditambah gula sedikiiiiiit) -, atau roti coklat gandum,
dua atau tiga butir telur rebus (kuningnya
saya
hancurkan dan ditebarkan di rumput untuk makanan
semut-semut di halaman rumah), sayuran segar, dan air
putih. Ini sudah cukup untuk membuat tenaga saya tidak
habis sampai buka puasa karena energi dari karbohidrat
kompleksnya (gandum) akan dilepas pelan-pelan ke dalam
tubuh sepanjang hari. Ketika berbuka, sesuai anjuran
Rasulullah dan sufi tadi, saya biasanya minum segelas
air, lalu shalat maghrib. Setelah shalat makan nasi
seperti biasa, sebisa mungkin dengan porsi
karbohidrat- -protein- lemak--air proporsional. Dan tentu
tidak untuk 'balas dendam' karena puasa seharian. Ini
justru saat yang penting untuk melatih melawan
keinginan hawa nafsu 'makan sekenyang-kenyangny -a'.
Belajar sabar.

Waham Umum

Oke, kembali ke topik. Nah, saya kira, "berbukalah
dengan yang manis-manis" itu adalah kesimpulan yang
terlalu tergesa-gesa atas hadits tentang berbuka
diatas. Karena kurma rasanya manis,
maka
muncul
anggapan bahwa (disunahkan) berbuka harus dengan yang
manis-manis. Pada akhirnya kesimpulan ini menjadi
waham dan memunculkan budaya berbuka puasa yang keliru
di tengah masyarakat. Yang jelas, 'berbukalah dengan
yang manis' itu disosialisasikan oleh slogan
advertising banyak sekali perusahaan makanan di bulan
suci Ramadhan.

Namun demikian, sekiranya ada di antara para sahabat
yang menemukan hadits yang jelas bahwa Rasulullah
memang memerintahkan berbuka dengan yang manis-manis,
mohon ditulis di komentar di bawah, ya. Saya, mungkin
juga para sahabat yang lain, ingin sekali tahu.

Semoga tidak termakan waham umum 'berbukalah dengan
yang manis'. Atau lebih baik lagi, jangan mudah
termakan waham umum tentang agama. Periksa dulu
kebenarannya.

Kalau ingin sehat, ikuti saja kata Rasulullah:
"Makanlah hanya ketika lapar, dan berhentilah makan
sebelum kenyang." Juga, isi sepertiga perut
dengan
makanan, sepertiga lagi air, dan sepertiga sisanya
biarkan kosong.

"Kita (Kaum Muslimin) adalah suatu kaum yang bila
telah merasa lapar barulah makan, dan apabila makan
tidak hingga kenyang," kata Rasulullah.

"Tidak ada satu wadah pun yang diisi oleh Bani Adam,
lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah baginya
beberapa suap untuk memperkokoh tulang belakangnya
agar dapat tegak. Apabila tidak dapat dihindari,
cukuplah sepertiga untuk makanannya, sepertiga lagi
untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya."
(HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam
Shahihnya yang bersumber dari Miqdam bin Ma'di Kasib)

source: warjiya.whfg@bks.sulindafin.com